KHANAN RIFA'UL KASBI punya Halaman Nih

Kibarkan Gelora Tulis Menulis... Gaya Jenius tapi Mak Nyus

Rabu, 17 Maret 2010

STAN Vs Setan

     --------------
    “Mas, gimana sih caranya biar bisa masuk STAN?” begitu tanya salah satu adik kelasku yang masih duduk di bangku kelas tiga SMA.
    “Ya masuk aja. Kalau dari Lebak Bulus bisa naik 08 terus 09, masuk deh ke STAN, gakperlu izn ke Satpam lagi. Nah, kalau dari Kebayoran, ya tinggal naik 05, nyampe deh di STAN” jawabku dengan sesungging senyuman.
    “Aduh mas, sukanya bercanda deh. Maksudnya ya biar bisa jadi mahasiswa STAN kayak mas gitu” jawab dia.
    ----------------
    Seperti itulah kira-kira pertanyaan yang mungkin penulis dan rekan-rekan mahasiswa di STAN sering dapatkan dari adik-adik kelas serta para orang tua yang mengharapkan putra-putrinya bisa menjadi bagian dari Sekolah bergengsi ini.
    Sungguh orang yang bodoh jika mengatakan STAN tidak dibutuhkan masyarakat lagi. Jangankan masyarakat, pemerintah pun khususnya Kementerian Keuangan sangat membutuhkan lulusan dari STAN. Bagaimana tidak, tidak ada satu pun universitas dan perguruan tinggi yang secara khusus menghadirkan mata kuliah akuntansi pemerintahan dan segala ilmu yang terkait dengan ilmu itu melainkan hanya ada di STAN. Apalagi banyaknya pendaftar USM yang menginginkan dirinya bisa menjadi mahasiswa STAN tidak bisa diterima semua karena ketatnya jumlah penerimaan dan kesempatan memasuki Sekolah ini. Jumlah pendaftar yang sangat signifikan dibandingkan jumlah yang diterima yaitu sekitar 2%. Masya Allah.
    Masalah yang sebenarnya dihadapi STAN sejak dulu adalah setan-setan yang selalu berusaha menghancurkan imej baik STAN, atau melemahkan kualitas STAN, atau bahkan ingin menghapus eksistensi STAN dari dunia Perguruan tinggi di Indonesia. Munculnya peraturan yang baru yakni keluarnya PP 14 dianggap memusnahkan keunggulan STAN yang sudah dikecap masyarakat selama ini. Persepsi itu diantaranya isu ikatan dinas STAN dengan Kementerian Keuangan yang dihapuskan, Tidak dibebaskannya biaya perkuliahan, hingga isu tidak diterimanya lulusan dari SMA dan yang sederajat serta masih banyak lagi. Isu-isu semacam ini sebenarnya sudah pernah ada sejak dulu. Isu yang pernah muncul dua belas tahun yang silam ketika kakak saya masih kuliah di STAN. Akan tetapi, kemungkinan-kemungkinan itu kian nyata karena Bapak Kusmanadji dan seluruh pihak pengelola STAN hanya tinggal melaksanakan PP 14 dan memilih opsi atau alternatif mana yang akan diambil. Peraturan tinggallah peraturan. Usulan untuk mengubah atau menghapus peraturan itu sesungguhnya telah dilakukan jauh-jauh hari sebelum Peraturan itu keluar. Sayangnya, pemerintah tidak merespon sesuai apa yang kita harapkan.
    Setidaknya, marilah kita mengevaluasi diri sendiri terlebih dahulu apakah setan-setan STAN itu masih ada dalam diri kita dan justru memperburuk citra STAN.  Mari kita teliti nilai prestasi kuliah kita hingga nilai maksimalitas kontribusi kerja di Kementerian Keuangan nantinya. Indikasi kemalasan, indisipliner, sistem belajar ala SKS, dan konflik dengan dosen sebisa mungkin dihindari sehingga tidak sampai terbawa saat bekerja nantinya (bukan berarti penulis adalah orang sebaik yang dibayangkan pembaca sekalian).
    Orientasi profesionalisme dan tanggung jawab kita memang penting. Akan tetapi, jangan sekali-kali mengabaikan pemecahan bagaimana memulihkan harapan orangtua dan masyarakat ekonomi bawah yang menginginkan anaknya sekolah di STAN. Mereka punya harapan yang besar supaya STAN bisa menjadi satu titik tolak pergantian strata ekonomi-sosial di lingkungan sekitar mreka. Jangan pernah lupakan juga bahwa diklat keuangan tidak bisa memaksimalkan praktek kerja jika prinsip-prinsip dasar ilmu keuangan pemerintah tidak diajarkan terlebih dahulu sebagaimana yang diajarkan di STAN. Bagaimanapun juga, STAN tetap dibutuhkan masyarakat sejak dulu, kini, dan nanti.
    Mataku terpejam, hatiku tersayat, pikiranku fokus pada satu doa dan harapan.
    Aku berlindung dari setan STAN yang terkutuk dan segala gangguan dan hambatan.
    Dengan penuh harap dan pinta kusebut nama Tuhanku
    Segala puji milik-Nya yang menguasai segala ilmu
    Tuhan yang mengasihiku sehingga bisa menuntut ilmu di STAN
    Yang berkuasa di hari penentuan nilai hasil ujian.
    Kepadamulah aku mempersembahkan hasil kerja serta memohon dibukakannya jalan.
    Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik bagi STAN
    Jalan harapan adik-adikku dan orang tua mereka.
    Bukan jalan yang tidak dikehendaki.
    Amin.
http://img402.imageshack.us/img402/1663/commentsfb.png
Buat Facebook Comment, klik disini

Jangan Panggil Aku Menteri Keuangan


Jangan Panggil Aku Menteri Keuangan
    Siang itu, saya terhenyak mendengar kabar dibentuknya tim pansus penyelesaian Kasus Bank Century. Bank yang selama ini membuat kepalaku pusing tujuh keliling. Hal ini mendorong para wartawan menyerbuku dengan seribu pertanyaan. Keterlaluan, dua hari yang lalu tidak seperti ini. Mungkin karena mereka tahu surat panggilan investigasi itu sudah sampai di tanganku. Ya, hari ini giliranku untuk ditanyai di sidang investigasi Pansus Bank Century.
    Rutinitas di kantor kementerian keuangan ditunda untuk sementara waktu. Mobil sedan hitam nan mewah menanti di depan saya itu seakan mengajakku ke tempat perkumpulan orang-orang ter”lebay” yang pernah saya lihat. Na'udzubillah. Kalimat yang pantas bagi tim pansus yang aku anggap profesional dan etis dan nyatanya memang benar hanya menjadi isapan jempol belaka. Bagaimana tidak, kebijakan penyelamatan Bank Century yang saya pimpin telah dianggap melanggar peraturan. Sungguh ironis, mereka lupa siapa yang telah ikut menyetujui undang-undang dan peraturan tersebut.
    Kebijakan ini tidaklah lebih dari sekedar pelaksanaan dari suatu aturan tertulis yang telah disahkan oleh lembaga dimana mereka berasal. Tempat dimana panggung sandiwara politik kental dengan nuansa jatuh menjatuhkan lagi kurang menjunjung adab. Itulah DPR. Maka, benarlah pernyataan mantan Presiden kita yang telah berpulang ke rahmatullah, Bapak Gus Dur, yang berkata bahwa DPR itu seperti sebuah Taman Kanak-kanak. Memang ada benarnya juga. Tapi, mungkin saya lebih beruntung, karena berbeda dengan saya, Mantan presiden kita ini justru langsung dilengserkan dari jabatannya akibat kasus Bulog Gate yang hingga kini belum tuntas dan tak ada buktinya sama sekali. Ditambah lagi, uang yang dilibatkan di dalam kasus itu jauh lebih kecil dan itupun bukan uang negara melainkan hibah dari negara sebelah.
    Semoga rapor merah ini juga tidak terjadi padaku. Pikiran yang sempat menggelayuti otakku itu pergi seiring tersadarnya diriku yang tengah berada di antara para investigator alias tim pansus. Diantara anggota tim sesekali menanyaiku dengan nada yang tinggi bak seorang ayah yang memarahi anaknya. Ada pula anggota pansus yang begitu lugunya hingga aku harus menjelaskan panjang lebar isi dari undang-undang tersebut. Yang lebih lucu lagi, ada pula anggota tim yang tidak berbicara substantif tetapi justru hanya berbicara tentang etika dan interupsi-interupsi yang tidak ada hentinya. Yang jelas, banyak perilaku lucu yang sempat membuat saya bertanya dalam hati. Inikah Tim pansus yang dibentuk itu? Untung saja, itu hanya terjadi pada sebagian anggota.
    Seusai investigasi, tak terasa tiba-tiba saya sudah ada di panggung peresmian gedung STAN. Tanpa panjang lebar dan dengan penuh kewibawaan, saya pun menyampaikan keluh kesah dan harapan yang mungkin tidak terlalu berlebihan. Harapan akan tingginya nilai KPI pada seluruh lulusan STAN. KPI atau Key Performance Indicator yang dimaksud ini dapat diukur dengan kompetensi yang tinggi dan tidak jauh tertinggal dari lulusan S1 dari universitas lain yang masuk ke kementerian keuangan. Saya tidak membutuhkan bawahan pintar saja, tapi bawahan yang benar-benar bisa bekerja secara profesional di lapangan nantinya.
    Sempat terbersit kekesalan di hati akibat investigasi kemarin. Kekesalan terhadap BPK, Badan yang notabene juga tempat hinggapnya banyak lulusan STAN. Kekesalan itu tidak lain karena Badan tersebut tidak menyertakan rekomendasi dan surat penjelasan tim KSSK, BI dan LPS yang seharusnya dilampirkan bersama hasil audit. Tetapi saya tidak memperdulikannya. Yang lebih penting adalah mereka yang sekarang ada di Sekolah Tinggi ini. Saya sangat berharap mereka bisa menjadi punggawa keuangan negara yang andal.
    “Jujurlah dalam bekerja, aplikasikan semaksimal mungkin ilmu yang kalian dapatkan baik selama perkuliahan maupun di luar perkuliahan, jangan lupakan bahwa kalian bisa kuliah gratis karena uang rakyat. Maka, mari bersama-sama kita buktikan kepada rakyat bahwa mereka tidak salah pilih.Tugas berat ada di depan kalian, mulai dari konsistensi akuntabilitas LKPP dan usaha meningkatkan status opini Laporan keuangan agar bisa menjadi Wajar tanpa pengecualian, pembangunan jaringan database keuangan secara komputerik yang terintegrasi, dan masih banyak lagi”, kalimat tegas nan indah ini tak sadar kuucapkan saat pidato itu.
    “Jangan panggil saya menteri keuangan, jika masih ada rakyat yang protes dengan bobroknya manajemen keuangan yang saya pimpin, jika memang kenyataannya seperti itu. Oleh karenanya, kalian jugalah yang menentukan hasilnya” tambahku dengan tegas.
    Tiba-tiba seberkas cahaya menyilaukan memantul dari sebuah bus KOPAJA 613. Mataku yang tak kuat melihat silaunya cahaya itu sempat melihat beberapa mahasiswa dengan membawa spanduk berisi pemrotesan atas kinerja Tim KSSK yang turun dari bus. Lantas, seorang mahasiswa melempariku dengan botol air dan...
    “Pyaaar....!!!!”
    Saya terbangun dari mimpi. Teman kosku yang membangunkanku sudah tidak sabar menunggu hingga akhirnya menyiramkan segayung air ke mukaku.
    “Awas ya!” jawabku dengan penuh kesal.
http://img402.imageshack.us/img402/1663/commentsfb.png
Buat Facebook Comment, klik disini

FACEBOOK SHARER

 

Kembali ke Dashboard